Novel ini adalah karya dari pacar saya Mukminatin sebagai tugas kuliah, setelah saya membaca saya cukup tertarik dengan alur ceritanya, Novel ini menceritakan tentang sosok gadis yang mempunyai pilihan, dan saat dia memtuskan dia teguh dengan pilihan itu. memang cerita ini hanya fiksi belaka tapi setelah saya membaca novel singkat ini saya menemukan pesan dari penulis. dan untuk mengabadikan novel ini saya posting di blog ini. lansung saja baca novel dibawah ini.
Udara sore itu sangat dingin, matahari hampir
tenggelam di peraduannya, mendung menggantung di atap langit, Razwa buru-buru
pulang dan memacu motornyanya semakin cepat. Sebenarnya Razwa sudah
menyelesaikan mata kuliahnya sejak jam 2 siang tadi, tapi dia tidak langsung
pulang melainkan pergi ke perpustakaan untuk mencari buku.
Razwa
adalah mahasiswi yang mengambil jurusan bahasa Inggris dan sudah menginjak
semester 7, saat ini dia sedang disibukkan dengan tugas-tugas kuliahnya karena
beberapa bulan lagi dia harus mengerjakan skripsi.
Beberapa
meter sebelum sampai dirumah hujan mulai turun, setelah sampai di depan rumah
dia buru-buru memasukkan motornya, “Assalamu’alaikum” Razwa mengucapkan salam.
“Waalaikumsalam, kamu kehujanan wa ?” jawab ibunya sekaligus bertanya. “Cuma
sedikit bu, waktu hujan tadi sudah sampai di depan” kemudian Razwa masuk kamar,
meletakkan tasnya dan mandi. Setelah selesai mandi dan ganti baju dia berbaring
di tempat tidurnya, badannya terasa lelah, pukul 07.30 tadi pagi dia sudah
harus berangkat ke kampusnya dan sore begini baru pulang. Tak lama kemudian
adzan magrib berkumandang, dia langsung berwudlu dan melaksanakan sholat
maghrib bersama orangtuanya, karena hujan belum juga reda mereka tidak pergi ke
mushola dan memtuskan untuk sholat berjamaah di rumah. Selesai sholat mereka
makan malam bersama dan menonton TV.
Setelah
sholat isya’ Razwa lalu mengerjakan tugas kuliahnya. “Kepadamu pencuri hati...
yang tak kusangka kan datang secepat ini” suara hand phonenya memecah
keheningan, Razwa melihat nama di HP itu dan langsung mengangkatnya.
“Assalamualaikum Rida”, Rida adalah teman kuliah Razwa, mereka sudah bersahabat
sejak SMA. “Waalaikumsalam Wa, sedang mengerjakan tugas atau sms-an sama mas Faris
?” Rida menggoda Razwa sambil tertawa. Faris adalah pacarnya Razwa, mereka
sudah pacaran selama 1 tahun. “mengerjakan tugas dong, sedang konsen baget aku
tadi sebelum kamu mengganggu pastinya”. Jawab Raswa. ”iya-iya aku juga mau
telpon sebentar saja, besok kamu jadi kerumahku kan wa ?”. “jadi dong da, besok
aku kerumahmu jam 9 ya”. “ok jangan lupa bawa bukunya ya, baru dapat
mengerjakan setengah ni aku”. “ok da, sampai ketemu besok di rumah mu”. Baru
saja Razwa meletakan HP-nya satu pesan membunyikan HP itu lagi, “Ada apa lagi
rida sms”, pikirnya, tapi setelah dilihat ternyata sms itu dari Faris,
Pacarnya.”Selamat malam sayang, tugasnya sudah selesai atau belum ?”. ”Belum
sayang, tinggal sedikit lagi”, Balas Razwa. “ya sudah kamu selesaikan dulu
tugasnya”.
Pukul
04.30 Razwa sudah bangun, dia langsung berwudlu dan sholat subuh. Selesai
sholat dia membantu ibunya memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah lainnya.
Setelah itu dia mandi dan berdandan untuk pergi kerumah Rida. Dia pamit pada
ibunya dan segera mengendarai motornya. “Assalamualaikum” Razwa mengucapkan
salam dan langsung masuk kerumah Rida tanpa menunggu dipersilahkan. Sudah
sering sekali Razwa kerumah Rida, rumah Rida sudah seperti rumahnya sendiri,
begitupun sebaliknya mereka sudah seperti saudara. “Waalaikumsalam”, Rida
menjawab dan langsung duduk didekat Razwa. Kemudian mereka mengerjakan tugas.
Setelah selesai Razwa pamit pulang, dia ada janji untuk bertemu dengan Faris.
“Razwa
aku ingin bicara sama kamu”. Faris berkata. “bicara apa yank ?” tanya Razwa
sambil memandang Faris. Sepertinya dia melihat ada sesuatu yang serius dimata Faris.
“Begini Wa besok aku harus pergi melaut, dan pergiku kali ini tidak bisa
dibilang sebentar karena aku harus pergi selama dua tahun”. Pekerjaan Faris
adalah pelaut, biasanya sekali melaut dia pergi selama dua minggu sampai satu
bulan.”apa ? kenapa lama sekali biasanya tidak selama itu”. Razwa tampak sangat
kaget. “iya wa, dan selama dua tahun itu kita mungkin benar-benar tidak bisa
berhubungan, sehari-hari aku akan berada di tengah laut, mungkin hanya sesekali
menepi pasti tidak akan ada sinyal untuk sms maupun telpon”. Razwa terdiam dan
terlihat sangat sedih. “tunggulah aku, setelah pulang nanti aku pasti akan
langsung melamarmu”. Dengan berat hati dan mata yang berkaca-kaca Razwa
menganggukkan kepala.
Keesokan
harinya setelah mengantar Faris pergi Razwa terlihat murung, dia merasa sangat
berat untuk melepas Faris. Tapi setelah beberapa hari Razwa mulai ceria kembali
dia sadar bahwa dia tidak bisa hanya memikirkan pacarnya saja. Jika nanti
berjodoh Faris pasti pulang dan melamarnya.
Beberapa
bulan telah berlalu, tiba saatnya untuk Razwa diwisuda, IPK-nya 3.7 sangat
memuaskan, sangat pantas untuk pengorbanannya selama ini. Setelah lulus Razwa
langsung melamar dan diterima di sebuah SMP. Hari-harinya kini disibukkan
dengan mendidik anak-anak yang masih remaja, tentu saja awalnya tidak mudah dan dia merasa
sedikit kesulitan, tapi dengan berjalannya waktu dia mulai terbiasa dan
menikmatinya.
Tak
terasa waktu berjalan begitu cepat, sudah setahun lebih dia menjadi guru,
semakin hari dia semakin suka dengan profesinya itu. Hari ini Razwa berjanji
untuk pergi kerumah Rida. Rida sudah menikah dan saat ini Hamil 5 bulan.
“Assalamualaikum”. Razwa memberi salam. “Waalaikumsalam, masuk wa”. Razwa
mengikuti Rida masuk. “oh ya wa, perkenalkan ini mas Fahri teman kerjanya mas
Alfa”. Alfa adalah suaminya Rida. Setelah mereka berdua berkenalan Razwa
mengikuti Rida duduk. “Razwa, Fahri ini
dosen lho, dia belum punya pacar”. Alfa berkata sambil menunjuk Fahri. “mas
Alfa, Razwa kan masih menunggu yang sedang berlayar disana, jangan
dijodoh-jodohkan dulu, dia tidak akan mau”, kata Rida sambil tersenyum. “iya
siapa tau saja dia mau, yang jauh disana kan belum jelas”. Alfa berkata. Wajah Razwa
tampak memerah dia langsung teringat pada Faris. Fahri memerhatikan Razwa,
diam-diam mengaguminya, beberapa kali dia mencuri pandang ke arahnya. Siang itu
Razwa memang terlihat anggun dengan gamis biru muda dipadu dengan jilbab biru
tua.
Sebulan
setelah perkenalan mereka, Fahri datang kerumah Razwa dengan niat untuk
melamarnya, Razwa terlihat sangat kaget karena baru sebulan mereka saling kenal
dan dia tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadap Fahri, terlebih, sekitar tiga
minggu lagi pacarnya akan pulang. Razwa ingin menolaknya tetapi orangtuanya
menginginkan Razwa untuk menerimanya. Jadi dia minta waktu sebulan, jika Faris
belum pulang dia mau menikah dengan Fahri.
Tiga
minggu telah berlalu, hari ini tepat dua tahun kepergian Faris, sejak pagi Razwa
sangat cemas, dia selalu memikirkan Faris dan berharap hari ini dia benar-benar
pulang, hal ini membuatnya tidak konsentrasi dalam mengajar, pukul 11.30 dia
minta izin untuk pulang karena tidak enak badan, kepalanya terasa pusing.
Setelah tiba dirumah dia berharap ada yang mengetuk pintunya, dan mendapati Faris
yang datang untuk menemuinya, namun sampai malam dia menunggu, tidak ada
satupun yang bertamu kerumahnya, seharian ini Razwa selalu dikamar, dia terus
memikirkan Faris dan dirinya sendiri, dia tidak bisa membayangkan jika harus
meinkah dengan orang yang tidak dicintainya bahkan belum lama dikenalnya, “Fahri
itu orang yang baik, sholeh, tampan dan sudah mapan pastinya, kenapa kamu masih
menunggu orang yang tidak jelas kabarnya dan belum tentu kembali ? menikahlah
dengan Fahri nak, Insya Allah kamu akan bahagia”, kata-kata itulah yang sering
dikatan oleh orantuanya akhir-akhir ini. Razwa merasa sudah setiap kali
mendengarnya. Dia tahu Fahri adalah orang yang baik tapi mereka baru kenal, dan
hati Razwa masih mencintai Faris.
Seminggu
ini Razwa benar-benar gelisah, pikirannya penuh dengan pertanyaan,”kenapa Faris
belum juga pulang ?, apakah dia sudah lupa denganku ?, bagaimana keadaannya
sekarang ?, jika besok Fahri datang untuk meminta jawabannya, bagaimana aku
menjawa ? dia benar-benar merasa menderita dengan semua pertanyaan-pertanyaan
itu. Dia sudah bertanya kepada rida apa yang harus dilakukannya, rida
menyarankan untuk menerima Fahri saja, tidak usah menunggu Faris lagi karena
sampai sat inipun dia belum kembali juga. Esok harinya Fahri benar-benar datan
untuk melamar Razwa lagi, kali ini dia datang bersama orangtuannya. Setelah
basa-basi mereka menyampaikan maksud kedatangannya. “pak, maksud kedatangan
kami kemari adalah untuk menyambung
persaudaraan dan kekeluargaan dengan keluarga bapak hasan. Kami
bermaksud melamar putri bapak, yaitu Razwa untuk anak kami Fahri. Alangkah
bahagianya jika maksud dan tujuan kami dikabulkan”. “kami sekeluarga
menyampaikan rasa terima kasih atas silaturrahimnya, “Bagi kami lamaran ini
adalah suatu bentuk penghormatan, dan jika bisa kami akan membalasnya dengan
penghormatan yang lebih baik. Namun masalah jodoh ALLAH-lah yang mengatur, dan
kami menyerahkan keputusan ini kepada putri kami, karena dialah yang akan
menjalaninya dan tahu yang baik baginya. Itulah yang bisa kami sampaikan”,
jawab ayah Razwa. Masalah sudah jelas, semua mata kini melihat ke arahnya. Hati
Razwa terasa menderita, dia bingung, matanya tampak berkaca-kaca tapi ia
berusaha tenang, akhirnya tanpa berkata-kata dia hanya menganggukkan kepala
tanda menerima lamaran Fahri. Anggukan itu disambut gembira oleh semua yang ada
diruang tamu itu. Fahri terlihat sangat bahagia, tidak henti-hentinya dia
mengucap syukur kepada ALLAH. “Alhamdulillah, kalau begitu kita tetapkan
tanggal pernikahannya sekalian, kapan kira-kira waktu yang tepat ? kalau bisa
jangan terlalu lama karena sebulan lagi kami berdua akan pergi ke bandung
selama kurang lebih tiga bulan, ada urusan bisnis”, kata ayah Fahri. “baiklah,
bagaimana kalau tiga minggu lagi ? tidak usah besar-besar pestanya, yang
sederhana saja, tapi ini semua terserah pada Razwa dan Fahri.“Apakah kalian mau
kalau tiga minggu lagi ?”, tanya ayah Razwa sambil memandang Fahri. “ kalau aku
terserah Razwa saja, kalau Razwa bersedia aku juga siap”, jawab Fahri. Kini
semua yang ada diruangan itu kembali memandang Razwa, dia mulai berakata dengan
terbata-bata “te..terserah bapak dan ibu saja, ba. . baiknya bagaimana”. “kalau
begitu tiga minggu lagi kita akan melaksanakan pesta pernikahannya disini”,
ayah Razwa berkata dan semua orang menyetujuinya.
Waktu
pernikahanpun tiba, Razwa terlihat sangat cantik dengan gaunnya, Fahri tak
kuasa untuk tidak memandanginya beberapa kali, dia sangat mengagumi kecantikan
rupa dan hati calon pengantinnya itu. Namun Razwa tak sebahagia Fahri dan
orang-orang yang berkumpul diruangan itu, hatinya masih sangat sedih, hari ini
dia akan menjadi istri, apa yang harus dia lakukan nanti ? apakah dia bisa
menjadi istri yang baok untuk suaminya sendangkan dia tidak mencintainya ? tapi
inilah jalan hidupnya, ini pilihannya, cepat atau lambat dia pasti akan
terbiasa dan mungkin akan bisa mencintai suaminya itu, dia akan berusaha
menjadi istri yang baik untuk suaminya. Usai acara pernikahan, pada malam
harinya dengan penuh kekhsyukan Razwa menunaikan ibadahnya sebagai seorang istri. Di mata Fahri, Razwa yang tampak manis
dengan jilbab putihnya ternyata jauh lebih manis ketika rambutnya terurari.
Hanya dia yang tahu seperti apa manisnya Razwa.
Untuk
sementara Razwa dan Fahri tinggal dirumah orangtua Razwa karena rumah mereka
masih direnovasi. Siang itu, meskipun hari minggu Razwa di rumah sendirian
karena Fahri ke kampus untuk seminar sedangkan orantuanya pergi ke rumah
saudara. Tok... tok.. tok... “assalamualaikum” seseorang datang bertamu ke
rumah Razwa. “Waalaikumsalam”, Razwa membuka pintu, betapa kagernya dia
mengetahui ternyata yang datang adalah Faris, tubuh dan bibirnya kaku tak bisa
bergerak. “Razwa, bagaimana kabarmu ? aku baru sampai dan langsung kesini, aku
rindu sekali padamu wa”. Faris berkata penuh kebahagiaan karena bisa melihat Razwa.
“mas Faris”, Razwa terbata-bata. “iya wa ini aku, aku pulang untukmu”. “
maafkan aku mas, aku sudah menikah”, Razwa berkata dan air mata mengalir
dipipinya, entah bagaimana perasaanya saat itu. :apa ? kenapa wa ? kenapa kamu
tidak menungguku ?” Faris bertanya penuh kekecewaan. “aku sudah menunggumu mas,
kamu tidak pulang tepat waktu, hingga aku harus menikah dengan orang lain”. Razwa
tidak bisa menguasai dirinya, air matanya semakin deras. “iya wa, maafkan aku,
aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu, aku pikir kamu akan tetap menungguku
meskipun aku sedikit terlambat”. Merka berdua terdiam, isak tangis Razwa
mengiringinya. “kalau begitu aku pulang wa”, Faris berkata dan pergi, hatinya
hancur penuh dengan penyesalan, dia menyesal tidak pulang tepat waktu hingga harus
kehilangan Razwa. Razwa terus melihat Faris pergi hinga menghilang ditikungan.
Malam
harinya Razwa menceritakan kejadian tadi kepada suaminya. Dia tidak ingin ada
rahasia diantara mereka. Saat mendengar cerita Razwa, ada keresahan dihati Fahri,
mungkin karena dia takut Razwa akan meninggalkannya. “ya sudah, aku percaya
padamu dik, aku tahu kamu bisa menjadi istri yang baik, kamu bisa menjaga
kehormatan dirimu sendiri dan suamimu”. Razwa hanya menganggukkan kepala,
sepertinya dia menangkap kekecewaan dalam mata suaminya. Razwa merasa berslah,
dia tidak ingin mengecewakan hati suaminya karena Dia takut menjadi istri yang
tidak baik atau mungkin karena dia sudah mulai mencintainya sehingga tidak
ingin menyakiti suaminya itu.
Seminggu
setelah kejadian itu Fahri kembali datang ke rumah orangtua Razwa,
penampilannya terlihat kuyu, kantung matanya menghitam, mungkin sudah beberapa
hari dia tidak tidur. “maafkan aku sebelumnya, aku datang untuk meminta Razwa,
aku tahu Razwa masih mencintaiku, dia terus menungguku hingga dua tahun,
meskipun akhirnya menikah denganmu tapi Razwa pasti tetap mencintaiku, dan aku.
Aku juga masih sangat mencintainya”. Fahri
terlihat marah, “apa maksudmu ? Razwa adalah istriku dan aku tidak akan
menceraikannya”. Melihat menarahan Fahri, Faris berkata “baiklah, kalu begitu
kita biarkan Razwa yang memilih, aku tahu kamu suaminya, tapi Razwa berhak
memilih dengan siapa dia akan hidup”, Fahri terlihat binggung. “baiklah kalu
begitu, kamu boleh memilih dik, aku ingin kamu bahagia dan siapapun pilihanmu
akan aku terima”. Fahri takut jika Razwa lebih memilih Faris, tapi menurutnya, Razwa
adalah istri yang baik, dia tahu bagaimana seorang istri harus bersikap,Hanya
saja dia tidak mengetahui masih seberapa besar cinta isterinya itu kepada Faris.
Razwa yang pipinya basah dengan air mata dan dari tadi diam kini mulai membuka
mulutnya. “maafkan aku, aku mungkin sudah menyakiti kalian berdua. Maafkan aku
mas, aku belum menjadi istri yang baik untukmu, tapi aku akan tetap berusaha”.
Sejenak dia berhenti, yang terdengar hanya isak tangisnya. “mas Faris aku juga
minta maaf, aku sudak menyakiti hatimu, tapi aku sudah menjadi istri mas Fahri,
aku tidak ingin meninggalkan suamiku. Kamu baik mas, aku yakin kamu akan
mendapatkan istri yang baik pula”, mendengar jawaban istrinya, Fahri merasa
lega dan bahagia. Air mata Faris terlihat menetes tapi dia baru mengusapnya.
“baiklah, aku minta maaf karena sudah mengganggu kalian, jagalah Razwa dengan
baik, kamu sangat beruntung mendapatkannya, aku pamit dulu”. Faris berdiri dan
bersalaman dengan Fahri, senyum dibibirnya nampak cukup jelas, dia berjalan ke
depan dan mengendarai motornya.
Fahri
menatap mata istrinya penuh kebahagiaan. “terimakasih dik, kamu istri yang
baik, kamu tahu apa yang harus dilakukan seorang istri. Meskipun mungkin kamu
masih mencintainya”, “tidak mas, aku sudah melupakannya, sejak akad nikah kita
aku berjanji pada diriku sendiri akan menjadi istri yang taaat dan mencintai
suamiku. Dan hari ini aku memilihmu karena aku memang mencintaimu”. Kata-kata Razwa
sungguh membuat Fahri bahagia, dia merasa sangat beruntung mempunyai istri
seperti Razwa, dia memang tidak salah memilih pendamping hidup.
0 komentar:
Posting Komentar